top of page

Apa Yang Para Pemimpin Di Industri Teknologi Tidak Membiarkan Anak-anak Mereka Sendiri Lakukan

Updated: Sep 6, 2018

English version of this article here:


Kini kita hidup di Era #Digital di mana kita sangat bergantung pada #teknologi. Tidak hanya kebanyakan dari kehidupan kita sehari-hari berputar di sekitarnya, kita juga menjadi begitu terbiasa melihat anak-anak dengan Tablet, remaja dengan iPhone atau Android, dan bahkan bayi dengan iPads. Hidup di Jakarta, sudah menjadi pemandangan umum jika di suatu meja ada keluarga yang setiap anggota di meja tersebut sibuk dengan gadget mereka, atau kondisi seperti itu di seluruh kafe, atau bahkan di sebuah acara konser dimana semua orang lebih sering melihat ke arah layar gadget mereka dibandingkan melihat acara pertunjukannya.


Menjadi orang tua yang kita sendiripun kecanduan dengan mainan teknologi kita sendiri, dan kita juga tidak dapat menyangkal kegunaan dan manfaat dari teknologi dalam hidup kita, namun membesarkan anak-anak dengan kebiasaan rentan untuk menjadi adiktif ke layar dan perangkat elektronik sama sekali tidak dianjurkan oleh para penemu gadget ini dan oleh para pemimpin di dalam industri teknologi itu sendiri. Batasan ketat penggunaan teknologi mereka terapkan pada anak-anak mereka sendiri di kehidupan sehari-hari.


Siapa para pemimpin di bidang teknologi yang percaya untuk membatasi penggunaan teknologi dan apa pendekatan mereka dalam menangani anak-anak mereka sendiri dengannya?

Kutipan diterjemahkan dari artikel The New York Times oleh Nick Bilton

Steve Jobs, seorang penemu dan pengusaha teknologi informasi Amerika. Penemu bersama, eks ketua dan CEO dari Apple Inc. Dalam sebuah wawancara dengan Nick Bilton dari The New York Times di 2010, sang reporter membayangkan rumah tangga Jobs adalah seperti surga untuk kaum nerd: dinding-dinding rumah dari layar sentuh raksasa, meja makan terbuat dari ubin iPads, dan iPod dibagikan ke tamu di atas bantal seperti cokelat. Dia terkejut bahwa ketika ia bertanya ke Mr. Jobs "Jadi, anak-anak Anda pastinya mencintai iPad?", jawaban yang ia terima adalah "Mereka belum menggunakannya," lalu "Kami membatasi banyaknya penggunaan teknologi untuk anak-anak kita di rumah."

Chris Anderson, mantan editor Wired dan sekarang chief executive of 3D Robotics - pembuat drone.Chris menerapkan batas waktu dan kontrol orangtua di setiap perangkat di rumahnya. "Anak-anak saya menuduh saya dan istri saya fasis dan terlalu khawatir dalam hal teknologi, dan mereka mengatakan bahwa tidak satupun dari teman-teman mereka yang memiliki aturan yang sama," katanya mengenai kelima anaknya, umur 6 sampai 17. "Itu karena kita telah melihat bahaya teknologi secara langsung. Saya sudah melihatnya dalam diri saya sendiri, saya tidak ingin melihatnya terjadi pada anak-anak saya. "

Alex Constantinople, chief executive of the OutCast Agency, perusahaan komunikasi dan pemasaran yang fokus di bidang teknologi, berkata bahwa putra bungsunya, berumur 5 tahun, tidak pernah diizinkan untuk menggunakan gadget selama hari sekolah, dan anak-anaknya yang lebih besar, berumur 10 sampai 13, diizinkan hanya 30 menit sehari di malam sekolah.

Evan Williams, pendiri Blogger, Twitter dan Medium, beserta istrinya, Sara Williams, mengatakan bahwa sebagai pengganti iPads, dua anak laki-laki mereka memiliki ratusan buku (ya, yang berupa fisik) yang dapat mereka ambil dan baca kapan saja. Risiko dan bahaya penggunaan teknologi berlebihan, meskipun tidak terbatas pada tetapi terutama mengkhawatirkan untuk anak-anak, berkisar dari masalah keamanan seperti terekspos ke konten berbahaya semacam kekerasan atau pornografi; sampai pada kekhawatiran akan perkembangan anak seperti kurangnya kreativitas, kurangnya kesabaran, dan kurangnya hubungan antar manusia; tetapi terutama juga risiko kesehatan mental dan fisik yang meliputi efek negatif signifikan dalam perilaku, kesehatan dan performa sekolah anak-anak serta peningkatan gangguan fisik, psikologis dan perilaku. Ini semua adalah efek yang baru mulai terdeteksi oleh sistem kesehatan dan pendidikan, termasuk juga efek yang lebih serius seperti keterlambatan perkembangan, gangguan pengolahan sensorik maupun obesitas, meningkatnya tekanan darah, dan perkembangan kognitif.

Kutipan diterjemahkan dari artikel The Guardian oleh Amy Fleming

Jonathan Ive, mantan tangan kanan Steve Jobs - wakil presiden senior dari desain di Apple Inc., yang mendesain iPad begitu simpel sehingga balita dapat mengoperasikannya, baru-baru ini mengungkapkan bahwa ia menetapkan batas ketat untuk anak laki-laki kembarnya yang berusia 10 tahun.

Pierre Laurent, mantan manajer pemasaran Microsoft dan Intel. Dia memiliki dua anak perempuan, usia 9 dan 15, dan seorang putra usia 17 tahun."Kami membolehkan waktu bermain dengan layar perangkat (screen time) untuk anak kami sampai ia berusia dua tahun. Kemudian saya membaca sebuah buku berjudul The Growth Of The Mind, oleh Stanley Greenspan, yang menjelaskan bagaimana kita belajar saat kita kecil melalui interaksi kita dengan dunia, dan melalui emosi. "

"Anda bisa menawarkan waktu dengan layar satu jam sehari, tetapi produk media memang dirancang untuk tetap menarik perhatian orang. Tanpa ada maksud untuk menyakiti anak-anak, tapi ada maksud untuk terus menjaga keterlibatan mereka. Pada akhir tahun 90an, ketika saya bekerja di Intel dan anak pertama saya lahir, kami memiliki apa yang disebut “war of the eyeballs” ("perang bola mata"). Orang tidak ingin Anda untuk kelayapan dan mulai bermain dengan produk lain, maka ini memiliki efek mematil (hooking). Terlihat seperti menenangkan anak Anda dan menjaga mereka tetap sibuk sehingga Anda dapat melakukan hal lain, tapi efeknya sangat tidak baik untuk anak-anak kecil.

Ini membuat mereka berhenti menemukan dunia dengan panca indra mereka. Dan juga ada risiko pada atensi (perhatian). Ini belum terbukti secara ilmiah, tapi ada sebuah ide bahawa atensi (perhatian) adalah seperti otot yang kita bangun. Ini tentang kemampuan untuk menghilangkan semua gangguan dan fokus pada satu hal. Ketika Anda terlibat dengan perangkat layar, Anda tidak membangun kapasitas itu. Ia menjadi atensi (perhatian) yang dibantu komputer; Anda tidak belajar untuk melakukannya. "

Karim Dia Toubajie, seorang desainer interaksi di situs pelacakan band-dan-pertunjukan Songkick, dan sebelumnya bekerja untuk PlayStation. Dia memiliki seorang anak perempuan berumur 16-bulan dan tinggak di London.

"Saya dan istri saya cukup sadar mengenai mengekspos putri kami terlalu banyak di awal. Kami berdua senang bermain kreatif, sehingga lebih memilih untuk fokus pada mainan, krayon dan buku. Dia tampaknya lebih terangsang oleh tekstur, penciuman dan gerakan fisik, yang tidak bisa diberikan digital."

"Saat Natal, kami melewati akhir pekan dengan anak berusia enam tahun yang menonton video YouTube Minecraft selama sekitar 10 jam setiap hari, dan saya tersadar betapa mudahnya bagi anak-anak untuk terobsesi dengan digital. Bekerja di bidang teknologi, saya juga menyadari bagaimana media ini memang dirancang untuk penggunaan terus-menerus, tanpa titik akhir perjalanan yang jelas. Beberapa game yang orang tua anggap tidak berbahaya, seperti Farmville, mendorong pembelian dalam aplikasi untuk kelangsungan tahapan dalam permainan, dan telah beredar cerita online tentang orang-orang yang menjadi begitu terobsesi dengannya sampai-sampai mereka mengabaikan anak-anak mereka, atau tentang anak-anak telah mengambil kartu kredit orang tua mereka. Jenis-jenis game ini dirancang untuk mendapatkan penghasilan (revenue) dengan memanfaatkan bagian-bagian tertentu dari sifat dasar manusia, menjadikannya adiktif. "

"Tapi saya akan mengambil pendekatan yang sama dengan orang tua saya: saya tidak mendapat komputer sampai saya berusia 11 tahun, dan itu pun satu jam sehari. Saya ingin anak saya memiliki berbagai macam hobi, dan tidak terobsesi. "

Steiner Waldorf schools, yang meniadakan waktu penggunaan layar perangkat (screen time) sebelum usia 12 dan mendukung aktivitas fisik, seni dan belajar melalui pengalaman, sangat populer di kalangan para eksekutif Silicon Valley dan rekan-rekan mereka di Inggris. Kevin Avison, executive officer dari Steiner Waldorf Schools Fellowship di Inggris (UK), mengatakan bahwa ketika ia sedang mengajar near Reading, "hampir 50% orang tua dari anak-anak di kelas itu bekerja di Oracle atau perusahaan komputer hi-tech lainnya".

Pendekatan ini jauh lebih ketat daripada rekomendasi resmi peraturan pemerintah. The American Academy of Pediatrics melarang waktu penggunaan layar perangkat (screen time) selama umur dua tahun pertama, tapi setelah itu merekomendasikan tidak lebih dari satu sampai dua jam sehari, tidak ada layar di kamar tidur anak-anak dan mengetatkan waktu makan dan waktu tidur dari penggunaan media perangkat. Di Inggris (UK), satu-satunya peraturan resmi pemerintah mengenai waktu penggunaan layar perangkat (screen time) hanya datang dari National Institute for Health and Care Excellence, yang baru-baru ini menyarankan mencoba hari-hari bebas TV, atau membatasinya kurang dari dua jam sehari, untuk menjaga berat badan yang sehat. Jadi bagaimana kita sebagai orang tua masa kini menetapkan batas-batas penggunaan teknologi yang pantas dan tepat untuk anak-anak kita? Beberapa berpikir, bahwa larangan total di era modern digital seperti sekarang ini mungkin malah bisa menjadi bumerang dan menyiptakan digital monster. Contoh kasus diceritakan oleh Dick Costolo, chief executive dari Twitter, tentang seseorang yang tinggal di samping asramanya ketika dia di Universitas Michigan, dan ia memiliki berkerat-kerat Coca-Cola dan soda lainnya di kamarnya. Mr. Costolo kemudian menemukan bahwa itu karena orang tuanya tidak pernah memperbolehkannya meminum soda ketika ia tumbuh dewasa.

Keseimbangan antara batas harian yang ketat seiring dengan izin penggunaan teknologi berdasarkan usia, malam sekolah/libur, serta tujuan penggunaan, tampaknya menjadi rute jalan yang dipilih oleh para orang tua di industri ini.

Kutipan diterjemahkan dari artikel The New York Times oleh Nick Bilton

Anak di bawah usia 10 tahun tampaknya paling rentan untuk menjadi adiktif, sehingga para orang tua ini menarik garis keras tidak memperbolehkan gadget apapun selama hari sekolah. Di akhir pekan, ada batas dari 30 menit sampai 2 jam penggunaan iPad dan smartphone. Sedangkan usia 10 sampai 14 tahun diperbolehkan untuk menggunakan komputer di malam sekolah, tapi hanya untuk pekerjaan rumah.

"Kami memiliki peraturan ketat tidak ada waktu layar (screen time) selama hari biasa untuk anak-anak kita," kata Lesley Gold, pendiri dan chief executive dari SutherlandGold Group, sebuah perusahaan teknologi media relasi dan analisis. "Tapi Anda harus memberi izin lebih saat mereka beranjak dewasa dan memerlukan komputer untuk sekolah."

Beberapa orang tua juga melarang anak remaja mereka menggunakan jaringan sosial, kecuali untuk layanan seperti Snapchat, yang menghapus pesan setelah mereka telah dikirim. Dengan cara ini mereka tidak perlu khawatir tentang mengatakan sesuatu online yang akan menghantui mereka di kemudian hari.

Ketika orang tua yang berkecimpung di industri teknologi melakukan upaya sedemikian serius dalam kekhawatiran mereka tentang penggunaan perangkat teknologi untuk anak-anak mereka sendiri di kehidupan mereka sehari-hari, sedangkan mereka sendirilah penemu, pendiri, desainer, top eksekutif dan pemasar dari perusahaan yang menciptakan dan menjual perangkat teknologi tersebut kita pun perlu bangun dan sadar untuk mengevaluasi kembali hubungan sehari-hari anak-anak kita dan ekspos mereka terhadap teknologi dan gadget.


Anak-anak kita adalah generasi pertama yang dibesarkan dalam lingkungan digital, dimana studi dan penelitian tentang dampak penggunaan internet dan kemajuan teknologi baru saja seiring dengan tumbuhnya kekhawatiran dari organisasi hak-hak anak, regulator, sektor swasta serta pihak yang berkepentingan lainnya bahwa hak-hak anak perlu dipahami baik secara online maupun offline.

Sesuka apapun kita dengan para android ini serta sejenisnya, kita tidak ingin membesarkan anak-anak kita untuk menjadi itu juga bukan? Reorientasi dan menempatkan kembali posisi teknologi dalam tujuan fungsionalnya dalam kehidupan kita - sebagai alat yang membantu kita dalam kehidupan dan bekerja menuju tujuan hidup kita, dan bukan malah sebaliknya, membiarkan diri kita diperbudak dengan menggantungkan hidup kita di seputarnya - mungkin bisa menjadi langkah pertama yang perlu kita ambil dalam kehidupan keluarga kita.

Kredit gambar (diedit dari):

Photos courtesy of and copyright Free Range Stock freerangestock.com


77 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page